kabardesa
SURABAYA, LINTASDAERAHNEWS.COM - Sidang kasus dugaan pencabulan yang dilakukan terdakwa Hanny Layantara terhadap jema'atnya sendiri kian memanas. Diketahui pada persidangan kali ini korban berinisial IW (26) dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sabetania Paembonan dan Rista Erna di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (9/6/2020).
Dihadapan Majelis Hakim PN Surabaya yang diketuai Yohanes Hehamony, IW menceritakan kejadian dugaan pencabulan yang dilakukan oleh terdakwa Hanny Layantara hingga berkali-kali. Pemeriksaan itu sendiri berjalan hampir 2 jam, mulai jam 15.30 WIB hingga 17.35 WIB.
“Tadi hadirkan dua saksi, tapi saksi korban yang baru didengarkan keterangannya,” kata JPU Sabetania saat dikonfirmasi wartawan usai persidangan, Selasa (9/6).
Saat ditanya tentang materi pemeriksaan, Sabetania keberatan memberikan keterangan.
“Ini sidang tertutup, tidak bisa kami sampaikan,” ujarnya.
Senada juga disampaikan oleh Jeffry Simatupang, Penasehat hukum terdakwa. Ia enggan memberikan keterangan terkait pemeriksaan korban meski sebelumnya mengklaim perkara ini telah kadaluarsa.
“Karena ini sidang tertutup kami tidak mengungkapkan isi persidangan. Apa yang disampaikan korban adalah hak privasi korban, kami tidak akan mengungkapkan apapun yang dialami korban,” katanya.
“Kadaluarsa atau tidak biar hakim yang memutuskan,” sambungnya.
Jeffry membenarkan hari ini ada 2 saksi yang dihadirkan oleh JPU.
“Yang satunya saya tidak tau karena belum diperiksa,” tandasnya.
Sementara itu, Eden selaku juru bicara dari keluarga korban mengatakan korban saat memberikan kesaksiannya sampai menangis. "Saksi berkali-kali menangis karena masih trauma," kata Eden kepada awak media.
Diketahui, Pembuktian perkara dugaan pencabulan ini berlanjut setelah majelis hakim menolak eksepsi yang diajukan tim penasehat hukum terdakwa.
Dalam eksepsinya, tim penasehat hukum terdakwa menyoal tentang surat dakwaan jaksa yang dianggap tidak memiliki hak penuntutan karena perkara dugaan pencabulan tersebut telah kadaluarsa, mengingat peristiwa hukumnya sudah terjadi 14 tahun yang lalu, namun baru dilaporkan pada 20 Februari 2020.
Pada kasus ini, Hany Layantara yang merupakan pendeta di salah satu gereja di Surabaya disangkakan melanggar Pasal 82 UU Perlindungan Anak Nomor 17 Tahun 2016 dan Pasal 264 KUHPidana.
Reporter : M Ardy
Diperiksa Hakim, Korban Dugaan Pencabulan Pendeta Surabaya Menangis Selama Sidang
SURABAYA, LINTASDAERAHNEWS.COM - Sidang kasus dugaan pencabulan yang dilakukan terdakwa Hanny Layantara terhadap jema'atnya sendiri kian memanas. Diketahui pada persidangan kali ini korban berinisial IW (26) dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sabetania Paembonan dan Rista Erna di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (9/6/2020).
Dihadapan Majelis Hakim PN Surabaya yang diketuai Yohanes Hehamony, IW menceritakan kejadian dugaan pencabulan yang dilakukan oleh terdakwa Hanny Layantara hingga berkali-kali. Pemeriksaan itu sendiri berjalan hampir 2 jam, mulai jam 15.30 WIB hingga 17.35 WIB.
“Tadi hadirkan dua saksi, tapi saksi korban yang baru didengarkan keterangannya,” kata JPU Sabetania saat dikonfirmasi wartawan usai persidangan, Selasa (9/6).
Saat ditanya tentang materi pemeriksaan, Sabetania keberatan memberikan keterangan.
“Ini sidang tertutup, tidak bisa kami sampaikan,” ujarnya.
Senada juga disampaikan oleh Jeffry Simatupang, Penasehat hukum terdakwa. Ia enggan memberikan keterangan terkait pemeriksaan korban meski sebelumnya mengklaim perkara ini telah kadaluarsa.
“Karena ini sidang tertutup kami tidak mengungkapkan isi persidangan. Apa yang disampaikan korban adalah hak privasi korban, kami tidak akan mengungkapkan apapun yang dialami korban,” katanya.
“Kadaluarsa atau tidak biar hakim yang memutuskan,” sambungnya.
Jeffry membenarkan hari ini ada 2 saksi yang dihadirkan oleh JPU.
“Yang satunya saya tidak tau karena belum diperiksa,” tandasnya.
Sementara itu, Eden selaku juru bicara dari keluarga korban mengatakan korban saat memberikan kesaksiannya sampai menangis. "Saksi berkali-kali menangis karena masih trauma," kata Eden kepada awak media.
Diketahui, Pembuktian perkara dugaan pencabulan ini berlanjut setelah majelis hakim menolak eksepsi yang diajukan tim penasehat hukum terdakwa.
Dalam eksepsinya, tim penasehat hukum terdakwa menyoal tentang surat dakwaan jaksa yang dianggap tidak memiliki hak penuntutan karena perkara dugaan pencabulan tersebut telah kadaluarsa, mengingat peristiwa hukumnya sudah terjadi 14 tahun yang lalu, namun baru dilaporkan pada 20 Februari 2020.
Pada kasus ini, Hany Layantara yang merupakan pendeta di salah satu gereja di Surabaya disangkakan melanggar Pasal 82 UU Perlindungan Anak Nomor 17 Tahun 2016 dan Pasal 264 KUHPidana.
Reporter : M Ardy
Via
kabardesa
Posting Komentar